Laboratorium Alam, Why Not?



Standar Sarana Prasarana yang telah digariskan oleh Kementerian barangkali akan menjadi sebuah hal yang langka bagi sekolah-sekolah pinggiran. Bagamaina tidak, untuk memiliki kelas yang cukup saja adalah hal yang sangat disyukuri. Apalagi jika harus memiliki standar sarpras yang lain. Padahal dalam Permendiknas tentang sarpras telah di syaratkan untuk sekolah yang ideal memiliki ruang kelas yang cukup, ruang Kepala Sekolah, ruang Tata Usaha, Perpustakaan, Ruang Laboratorium IPA dan lainnya.

Ambillah contoh Sekolah-sekolah Satu Atap atau dikenal dengan Satap. Satap didirikan untuk memberikan pelayanan bagi anak-anak yang bertempat tinggal jauh dari sekolah reguler. Satap memiliki karakteristik yang khusus karena salah satu bentuk manajemennya yang menjadi satu dengan Sekolah Dasar. Jadi memiliki seorang Kepala Sekolah yang memimpin dua sekolahan.
SMPN 3 Satu Atap Borobudur terletak di lereng Pegunungan Menoreh. Terletak di Kerugmunggang, Desa Majaksingi, kecamatan Borobudur. Berjarak 20 km dari kecamatan Borobudur. Karakteristik geografisnya berupa pegunungan yang memanjang di wilayah Borobudur selatan, berbatasan dengan wilayah Kulon Progo, DI Yogyakarta. Untuk mencapai sekolah harus memutar melalui kecamatan Kalibawang Kulon Progo karena jika melalui Desa Majaksingi jalannya terjal dan memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi.
Sekolah ini pada awalnya memiliki 3 ruang kelas, ruang Tata Usaha dan Ruang Guru saja. Jadi tidak memiliki Ruang Perpustakaan dan Laboratorium. Selain tidak memilik sumber dana, karena sekolah tidak menarik biaya dari siswa. Satu-satunya umber dana hanya dari BOS. Itupun jumlahnya kecil karena jumlah murid yang sedikit. Jumlah murid hanya berkisar 90 an siswa setiap tahunnya.
Kendala lainnya adalah tidak tersedianya lahan yang mencukupi. Sehingga ketika memiliki angan untuk membangun Ruang Kelas Baru akan sulit terpenuhi. Satap hanya memiliki luas lahan 2700 m2. Lahan seluas itu terbagi untuk SD dan SMP sehingga rata-rata hanya memiliki sekitar 1350 m2. Kondisi lahannya pula berupa lereng yang cukup curam.
“Pak, sekarang jam pelajaran IPA”. Ketua kelas menjemputku di ruang guru. “ Ya, saya segera masuk kelas”, sahutku sembari berkemas. Oke, seperti sudah tertuang dalam RPP hari ini adalah Praktikum IPA materi Pengukuran. Upps, baru ingat kita tidak memiliki Laboratorium. Tak ada rotan akarpun jadi.
Siswa-siswa akhirnya saya bawa ke halaman sekolah. Siswa gembira sambil bertanya-tanya. Mungkin di benak mereka terbesit pertanyaan sekarang kan pelajaran IPA bukan pelajaran olah Raga? Saya memulai pelajaran dengan memberikan pertanyaan apersepsi tentang tinggi pohon, tinggi pagar, luas teras dan sebagainya. Saya membagi kelompok pada siswa kelas VII tersebut menjadi beberapa kelompok. Kemudian saya memberikan LKS. Siswa pun mulai bekerja kelompok sesuai urutan dalam LKS.
Siswa berlarian ke sana kemari mengukur benda yang disepakati oleh kelompok tersebut. Suasana memang agak riuh, tetapi masih dalam koridor pembelajaran dan tidak mengganggu kelas lainnya. Hingga akhirnya pada saat waktu yang ditentukan sudah habis maka kelompok yang selesai terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk mempresentasikan pekerjaannya. Pada akhir pembelajaran guru melakukan kesimpulan bersama-sama dengan murid.
IPA sebagai Ilmu Sains tidak akan terlepas dari kerja laboratorium. Tidak akan terlepas dari ketrampilan proses dan unjuk kerja. Ketrampilan yang diperoleh menurut Bryce antara lain Ketrampilan dasar, Ketrampilan Proses dan Ketrampilan investigasi. Pengalaman belajar tersebut dapat diperoleh melalui berbagai metode pembelajaran yang sesuai.
Beberapa metode yang dapat diterapkan pada pembelajaran IPA antara lain Eksperimen, kerja kelompok, diskusi, demonstrasi inquiry, dan lainnya. Penggunaan teknik Eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Melatih siswa untuk berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Kerja eksperimen ataupun lainnya idealnya memang dilakukan di Laboratorium. Akan tetapi jika keadaan yang tidak memungkinkan, maka menuntut Guru untuk lebih kreatif dalam merancang proses Pembelajaran. Pemanfaatan lingkungan dan Alam sekitar dapat menjadi jawaban ketiadaan laboratorium Sekolah.
Pembelajaran IPA dengan memanfaatkan lingkungan sekitar merupakan cara yang efektif untuk memusatkan perhatian siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, mengkonkretkan informasi dan merupakan sarana belajar yang tidak ada habisnya.
Lingkungan sekitar mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran IPA di SMP karena lingkungan dapat berfungsi sebagai sasaran belajar, sumber belajar, maupun sarana belajar IPA.
Banyak sekali materi-materi IPA yang dapat dilaksanakan di luar lingkungan. Misalnya Pengukuran, gaya, tekanan, klasifikasi mahluk hidup, ekosistem dan lainnya. Jadi memanfaatkan alam sebagai laboratorium? Why Not?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar